Jumat, 16 Desember 2011

Penyalahgunaan Narkotika di Indonesia

Awalnya, Indonesia hanya menjadi target pemasaran narkotika dan obat-obatan terlarang. Melihat besarnya pangsa pasar narkotika di Indonesia, produsen narkotika di dunia mulai melirik Indonesia sebagai basis produksi narkotika dan obat-obatan terlarang, khususnya golongan ekstasi dan shabu. Tidak mengherankan jika di beberapa kota di Indonesia seperti Jakarta, Medan, Surabaya, dan Tangerang menjadi penghasil ribuan pil ekstasi. Sebenarnya, peningkatan produksi di Indonesia ini karena para produsen Narkoba di Asia ditekan oleh aparat di negara tersebut sehingga mereka pindah ke Indonesia. Hal ini dikenal dengan istilah Efek Balon.
Saat ini, di dunia sudah lebih dari 200 juta orang menggunakan Narkotika dan obat-obatan terlarang. Angka ini terus bertambah setiap harinya. Sementara, masalah narkoba yang terjadi di Indonesia masih didominasi oleh masalah opium. Kemudian, kecenderungan ini terus bergeser pada Amphetamin seperti ekstasi dan shabu. Demikian disampaikan oleh Dr. Iskandar Irwan Hukom dalam seminar sehari dengan tema “Penyalahgunaan Narkotika di Indonesia dan Presentasi Alat Deteksi Narkotika,” di Jakarta, 6 Oktober 2009.
Jika dipelajari secara seksama, ternyata peredaran narkotika dan obat-obat terlarang memiliki jalur tertentu. Jalur peredaran opiat bermula dari dua ladang opium di dunia yang menjadi pemasok dalam peredaran gelap narkoba ini. Pertama, ladang yang berlokasi di daerah segitiga emas Myanmar, Thailand, dan Laos. Kedua, daerah yang dikenal dengan bulan sabit emas yang meliputi Afganistan, Pakistan, dan Irak. Selain itu, jalur edar kokain di seluruh dunia melalui beberapa wilayah seperti Amerika Latin, Amerika Serikat, Kanada, Eropa, dan Indonesia. Untuk ganja, sebagian besar berasal dari Aceh dan Medan yang selanjutnya diedarkan ke Pontianak dan Jakarta. Sedangkan untuk ekstasi berawal dari Guangzhou, Hongkong, dan dipasarkan ke Indonesia.Dari kiri: Heroe Djasa, Dr. Iskandar Irwan Hukom, Mr. Andreas Bauer, dan Dr. John Lilipali
Untuk mengatasi permasalahan penyalahgunaan narkoba, perlu ditelaah kembali sifat-sifat adiksi dari berbagai zat, misalnya nikotin. Secara medis, nikotin memiliki sifat adiksi yang lebih kuat dibandingkan dengan opiat. Orang lebih susah bebas dari nikotin ketimbang bebas dari opiat. Namun demikian, sampai saat ini rokok masih legal. Padahal, rokok menyebabkan beberapa penyakit yang cukup membahayakan seperti kanker, hipertensi, dan stroke. Kondisi seperti ini seharusnya dikaji ulang agar tidak menjadi celah yang akan mengarah pada penyalahgunaan narkotika.
Seperti diketahui, jumlah peredaran gelap narkotika atau perdagangan gelap narkotika di Indonesia masih didominasi provinsi dengan kota-kota besarnya seperti DKI Jakarta 3187, Sumatera Utara 1585, Nangroe Aceh Darussalam 397, dan Kepulauan Riau 194. Untuk memberantas atau paling tidak menurunkan jumlah perdagangan gelap tersebut, perlu dilakukan beberapa strategi khusus yang meliputi supply reduction, demand reduction, dan harm reductionSupply reduction dilakukan dengan menindak pengedar, memberantas sumber narkoba, dan mencegah narkoba masuk ke Indonesia. Sementara, demand reduction mencegah peredaran narkoba di sekolah, kampus, dan perkantoran. Sedangkan harm reduction mencegah dampak buruk yang dapat mengenai pengguna narkoba seperti HIV dan Hepatitis C.
Ketiga, strategi tersebut harus dilaksanakan bersama-sama dengan karakteristik wilayah masing-masing. Misalnya, di DKI Jakarta dimana jumlah pecandunya relatif banyak maka sarana rehabilitasinya juga harus diperbanyak.

0 komentar:

Search